"Dialah yang menjadikan bumi untuk
kamu yang mudah kamu jelajahi, maka jelajahilah disegala penjurunya dan
makanlah sebagian dari rezeki-Nya .Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali
setelah) dibangkitkan"
(QS. Al Mulk : 15)
Awal Januari yang mengesankan, bagiku seorang mahasiswi tingkat 3 yang memiliki minat besar dalam sebuah
kegiatan kemanusiaan. Ditambah beberapa pengalaman organisasi yang sudah
kutekuni sejak 2 tahun silam. Entah kenapa melakukan sebuah aktivitas positif
seakan menjadi bahan bakar untuk mebuncahkan kembali semangat itu.
Aku hanya ingin mengamalkan apa yang aku bisa. Berbuat baik dan terus
memperbaiki diri. Dalam sebuah kesempatan aku mengikuti sebuah kegiatan semacam
pengabdian masyarakat. Tapi aku pikir ini lebih dari sebuah pengabdian
masyarakat pada umumnya. Masjid Salman ITB menggodok dan menyajikannya dengan
apik agar mahasiswa muslim yang telah mengikuti serangkaian pengkaderan seperti
Salman Spiritual Camp dan Latihan Mujtahid Dakwah tertarik untuk bergabung,
menjadi bagian dari keluarga Salman. salah satunnya adalah SPECTRA.
Nama SPECTRA merupakan sebuah singkatan 4 pilar yang akan diterapkan yaitu, Spiritual Enterpreuner Civilizer Training.
Dan satu lagi, hal yang menakjubkan adalah
saat Allah memberiku kesempatan untuk ikut andil ambil bagian menjadi Team
didalamnya. Puji Syukur ya Allah. Jarak tak akan menjadi aral, Niat tak akan
jadi ciut. Semoga Allah Ridhoi.
Persiapan singkat nampaknya
menjadi tantangan keluarga kecilku ini. SPECTRAN, ya kami menyebut diri kami
dengan sebutan SPECTRAN sang pahlawan air dari pulau Jawa bagian barat. Sekitar
2,5 bulan lamanya berbagai hal disiapkan. Mulai survey lokasi, pencarian
data-data valid, dan perencanaan keuangan. Semua menjadi sebuah persiapan yang
menyita waktu. Sampang-Madura menjadi target SPECTRA kali ini. Sumber dan kualitas air
yang buruk menjadi sebuah tantangan kami membuat sebuah teknologi tepat guna
untuk membantu masyarakat sekitar.
Kualitas air yang buruk menyebabkan tingkat kesehatan di daerah tersebut cukup
rendah.
Lokasi fokus kami yaitu dusun Bangsal dengan kurang
lebih 400 Kepala keluarga. Untuk menuju dusun bangsal, kami harus menempuh jarak yang cukup jauh. Jika dengan berjalan kaki dari jalan utama akan menghabiskan waktu sekitar 1 jam, sementara jika ditempuh dengan motor
akan memakan waktu 35 menit. Akses yang cukup baik membuat perjalanan tidak terlalu sulit sehingga tidak menjadi masalah bagi masyarakat sekitar untuk memenuhi
kebutuhan mereka jika akan menuju pusat jalan. Dusun Bangsal menjadi sebuah cerita
singkat yang akan aku rangkai dalam sebuah perjalanan sederhanaku di Bumi
Allah.
SPECTRA seperti menjadi
sebuah jalan untukku dan kawan-kawan dari kampus yang berbeda seperti UPI,
STKS, UNSIKA, ITB dan AKMET. Seiring dengan persiapan matang dan pencarian dana
yang harus kami kumpulkan, rasa-rasanya akan mustahil akan terkumpul dalam kurun
waktu 2 bulan. Beberapa upaya seperti melakukan open donasi, dana usaha dengan
menjual pelbagai jajanan, mencari donatur dan sponsorship telah kami lakukan.
Puji Syukur, atas kuasa-Nya Allah kirimkan malaikat-malaikat berwujud manusia
yang telah Ia buka hatinya, rezeki seakan ada saja mengalir tanpa pusing.
Dengan dana yang cukup, segala pembiayaan akomodasi, pembelian logistik untuk
teknologi dan segala macam kebutuhan sudah lebih dari cukup. Dan aku semakin
yakin, banyak jalan untuk menciptakan sebuah kebaikan. In Syaa Allah, segala
kebaikan akan dilapangkan dengan mudah dengan "Kun Fa Ya Kun". Mudah
saja bagi-Nya.
Hari H hampir dipelupuk mata. Keperluan
yang akan digunakan disana sudah dipersiapkan. Aku menginap selama 2 hari di Bandung.
Salman, seakan menjadi sebuah tempat paling nyaman. Bagiku Salman seperti
meciptakan sebuah tempat yang tenang. Shalat di Masjid Salman selalu
memiliki nuansa yang berbeda, ruang ibadah yang tenang dan hangat serta keramahan setiap jemaah yang datang. Setiap tamu
yang datang dari jauh tak perlu khawatir akan luntang-lantung. Kita bisa
menginap beberapa malam sebagai tamu di Asrama Salman. Kali pertama ku memasuki
Astri (Asrama Putri) aku merasa begitu nyaman dan betah. Alasannya sederhana, Salman selalu menawarkan keramahan dan kebaikan orang-orang didalamnya.
Hari H tiba. Semua bersiap dan berkumpul tepat di selasar Bank Muamalat. Angkot
yang menjadi akomodasi kami segera menuju stasiun Kiara Condong. 05.30 setelah
semua beres, kereta api Pasundan itu melaju menuju tempat pemberhentian akhir,
Stasiun Gubeng Surabaya. 17 jam kami menikmati perjalanan, sedikit pegal tapi
dihapus oleh tujuan kami yang akan jauh lebih mengesankan. Stasiun Gubeng
menjadi tempat bersejarah. Sebuah tempat yang menyita perhatianku, karena ini
kali pertama aku bisa memulai penjelajahan baru di Bumi Allah. Alhamdulillah.
Semoga setiap apa yang kami kerjakan semata-mata mecari ridho-Mu. Kami
berkumpul dan bersiap melanjutkan perjalanan menuju Madura menggunakan Bus.
Yap, Malam itu kami tersihir oleh cantiknya kota surabaya saat malam. Kota yang
tertata apik, Kota yang cantik. Surabaya, semoga kecantikan kotamu tetap
terjaga. Aku terkesan.
Semenjak perjalanan menuju
madura, kami merencanakan untuk turun sebentar di Suramadu, setidaknya ingin berfoto dan
mengambil sedikit kenangan bahwa kami pernah melawati jembatan penghubung antara Surabaya-Madura ini. Rasa tidak
sabar selalu menjadi tawa oleh beberapa akhwat. Ketika bus memasuki tanda-tanda
jembatan yang menghubungkan Surabaya dan Madura itu, ternyata tak ada yang bisa
difoto. Sedikit remang oleh cahaya lampu-lampu kecil yang terjejer rapih
dipinggiran jembatan. Tak akan ada kendaraan yang boleh berhenti untuk sekedar
berfoto. Suramadu itu TOL. hehe ..
Perjalanan menuju Sampang menghabiskan
waktu kurang lebih 3 jam. Bus malam itu penuh sesak. Lucunya kami merasa
senang. pengalaman hebat, saat bus yang penuh itu menjadi sebuah kehangatan
karena lelucon kami yang sesekali membuat keadan dalam bus itu sedikit
berisik. Sampang-Madura, kau adalah kota sederhana yang baik.
Rezeki
itu dapat berbentuk apa saja. Diberi uang itu rezeki, Diberi makan itu rezeki,
bertemu orang baik itu rezeki, bahkan diberi tumpangan untuk istirahat itupun
rezeki. Bapak Arif adalah rezeki bagi kami. Bapak Arif adalah ayahanda dari Kak
Ardi, salah satu simpatisan atau relawan yang baik hati. Ia dengan senang hati
membantu berbagai keperluan kami di Sampang. Kami menginap disebuah rumah yang sangat nyaman, lelah cukup membuat kami akhirnya dengan mudah terlelap dan
istirahat dengan layak. Istirahat ini menjadi sebuah cara mengisi kembali energi yang hampir habis setelah 20 jam melakukan perjalanan darat. Esok kami harus
memiliki tenaga agar kegiatan kami dapat berjalan dengan lancar.
Adzan subuh
telah berkumandang. Satu persatu dari kami telah bersiap-siap shalat dan
mebersihkan diri. Karena setelah ini kami masih harus menuju tempat tujuan
yaitu Desa Gunung Eleh. Sarapan kami cukup enak. Nasi uduk berbagai lauknya. Ini
menjadi nasi uduk terenak yang aku makan. Sarapan pagi itu sangat hangat. Dan cukup
menjadi tambahan energi setelah kemarin kami sempat kelaparan.
Kami menuju Gunung Eleh diantar oleh Bapak
Arif menggunakan mobil truk dinas sosial setempat. Kira-kira perjalanan menuju
Desa Gunung Eleh memerlukan waktu 1 jam. Diperjalanan pun kami disuguhi
pemandangan sawah yang sedang hijau-hijaunya. Musim penghujan sedang dialami oleh
beberapa daerah, termasuk Madura. Pantas saja jika warga sedang bahagia menanam
padi sebagai tanaman yang cocok ditanam dimusim penghujan. Rumah-rumah warga
yang terletak dipinggir jalan cukup bagus-bagus. Saat ku tanya, walaupun rumah
mereka bagus, penghuninya paling hanya
2-3 orang. Karena sang pemilik sedang bekerja mengais rezeki di negeri orang
(menjadi TKI). Terkadang dalam satu rumah hanya ada 1 orang tua sepuh dan
cucunya. Ya, begitulah. mereka lebih
senang bekerja diluar negeri, lebih terjamin gajinya-katanya.
Selamat datang di Desa Gunung Eleh. Itulah gapura
besar yang menandakan kami hampir sampai. Benar saja, truk yang aku naiki ini
berhenti pada sebuah rumah. Dan inilah yang akan menjadi tempat kami tinggal
beberapa hari. Seorang ibu-ibu dengan ramah menyambut kami yaps, beliau adalah Ummi, Pemiliki rumah yang akan menjadi tempat tinggal kami sementara. Tim pendahulu dan
beberapa simpatisan juga ikut menyambut. Bahagianya. Semua bersalaman,
mensyukuri segala perlindungan yang telah Allah beri, hingga kami bisa sampai
disini dengan selamat. Keramahan sang pemilik rumah membuat kami betah, hilang
sudah pemikiran burukku jika orang Madura itu galak-galak. Aku sadar, bahwa itu
hanya pandangan orang saja. Logat mereka memang sedikit keras, tapi tidak bisa menutupi
bahwa hati mereka baik sekali.
Kediaman Bidan Desa Gunung Eleh
Tanpa banyak istirahat kami semua
melakukan rapat koordinasi. Banyak hal yang kami bicarakan. Tentang persiapan
dan pembagian tugas dalam beberapa hari kedepan. Beruntunglah, aku diberi
kesempatan untuk ikut membantu bidang kesehatan. Basic farmasiku setidaknya
bisa kupakai untuk masyarakat. Ada beberapa program dari bidang kesehatan yaitu
pengobatan gratis dan pendataan keluarga sehat. Dalam waktu singkat aku, Sely
dan Havidz harus mampu menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya agar semua
program berjalan lancar. Dengan mengucap Bismillahi Tawakaltu, Bidang Kesehatan
mulai merencakan target dan teknis. Banyak yang kami bertiga urus. Mulai dari
perizinan kembali ke Bidan desa, mengajak kerjasama pihak puskesmas, dan survey
lokasi target kesehatan. Beberapa kali bertemu dengan pihak-pihak terkait
membuat semua program tersepakati dan memberikan kabar baik bahwa bidang
kesehatan, siap!
Suasana Cek Kesehatan dan Pengobatan Gratis
Pihak-pihak yang Ikut Membantu Pengobatan Gratis
Hari Pertama bidang kesehatan bekerja. Dusun Sandan menjadi lokasi pengobatan gratis kami. Tepat dengan pelaksanaan posyandu dan diadakan pula sosialisasi kesehatan. Warga cukup antusias dengan
diadakannya pegobatan gratis ini. Setiap warga diperiksa kesehatannya, jika
memerlukan pengobatan maka puskesmas yang bekerja sama dengan team kami, telah menyediakan obatnya. Sedikit miris
dengan kesehatan warga terutama anak. Ketersediaan obat obatan yang kurang lengkap
membuatku sedikit bertanya. Jika seharusnya seseorang yang sakit menerima sediaan
obat A karena tidak ada maka diganti dengan sediaan yang kurang tepat. Misalnya
pasien anak dengan gejala sakit mata, harusnya juga mendapat sediaan tetes
mata, bukan hanya obat tablet. Itu tetap akan membuat sakitnya tak kunjung
sembuh dengan cepat. Seperti hanya pereda nyeri atau bengkak pada matanya saja.
Alangkah baiknya jika persediaan obat-obatan dilengkapi. Walaupun gratis, aku
rasa pasien tetap membutuhkan pengobatan yang baik dan tepat. Semoga kedepannya,
puskesmas benar-benar memperhatikan persediaan obat-obatan yang tepat. Jika memang
tidak ter-cover, berikan penjelasan bahwa pasien harus membeli obat dan berika
rekomendasi obat yang bisa dibeli. Tentunya tanyakan kembali kemampuan pasien
membeli obat tersebut. Tapi syukurlah, puskesmas sudah mau membantu banyak. Semoga kedepannya
puskesmas benar-benar bisa menjadi andalan masyarakat kecil ketika sakit serta
mendapat pengobatan yang tepat.
Entahlah, ada sebuah rasa prihatin dan
sedikit kurang puas ketika tahu bahwa dusun Bangsal lebih membutuhkan perhatian dalam kesehatan warganya. Dusun Bangsal merupakan lokasi penerapan teknologi filtrasi yang akan dipasang didekat sumur warga. Warga sangat berharap ketika teknologi ini jadi, mereka bisa
benar-benar memanfaatkannya. Air bersih setelah difiltrasi mungkin bisa
mengurangi dampak kesehatan yang buruk didusun itu.
Ketika melaksanakan program
kedua yaitu keluarga sehat, hatiku luluh seorang bapak-bapak paruh baya mengeluhkan penyakit
yang diderita, kulitnya kering dan sering gatal, akibatnya beberapa bagian
tubuhnya lecet akibat garukannya sendiri. Masalah seperti penggunaan air yang
kurang bersih bisa menjadi pemicu penyakit kulit seperti gatal-gatal mewabah didusun tersebut. Belum lagi anak-anak yang sakit diare, batuk, pilek
sangat mudah dijumpai disana. Air yang mereka gunakan untuk minum hanya
diendapkan beberapa hari dan tidak dimasak. Ini hal yang keliru, sebaiknya sebelum diminum air bisa dimasak terlebih dulu agar bakteri mati. Alasan
karena sudah biasa menkonsumsi air mentah menjadi faktor banyak kesehatan anak
juga ikut buruk. Aku semakin meratap dalam hati ketika wanita paruh baya
mengeluh sakit kaki yang tak kunjung sembuh, ia malah mengira aku akan
membantunya untuk mengobati penyakit ibu tersebut.“Mba mau bikinin saya BPJS
ya?” aku tersentak, kutanyakan kembali apakah keluarga ibu belum mendapat
BPJS? Padahal pemerintah sudah aktif sekali mempromosikan BPJS gratis bagi
keluarga kurang mampu. Kenapa masih saja ada sebagian orang yang belum
mendapatkannya?.
Pendataan Keluarga Sehat
Pendataan ini dimulai dengan mengunjungi
rumah-rumah warga dengan melihat data dari kartu keluarga. Ada beberapa hal
yang menjadi pertanyaan seperti jenis kakus, penggunaan air, kepemilikan BPJS
dan riwayat sakit TBC. Semua mengeluhkan penyakit setiap aku datangi rumahnya. Oh
ya, rata-rata warga dusun Bangsal tidak bisa menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Madura menjadi bahasa warga untuk berkomunikasi. Tapi, aku tidak
sendiri. Mbak Kiki seorang wanita cantik menemaniku sebagai translator. Sely
bersama mbak Fat , dan Havidz bersama mas Puskesmas (entahlah siapa namanya). Kami
terbagi menjadi tiga tim sehingga pekerjaan hari itu terasa lebih ringan. Aku mengamati
banyak kejanggalan. Entahlah apa hanya perasaanku atau ini benar-benar terjadi.
Mahalnya biaya puskesmas yang bisa mencapai Rp 80.000 sekali berobat membuat
warga merasa berat. Aku baru tahu bahwa untuk berobat ke puskesmas warga harus
membayar cukup mahal. Padahal untuk didaerahku tinggal, berobat ke puskesmas
tak sedikitpun ditarik biaya, maksimalnya hanya Rp 3000 saja. Ini puskesmas
atau praktik dokter ya? Entah, setelah ini aku akan cari tahu apakah setiap
puskesmas memiliki kebijakan biaya berobat yang berbeda? Jika berbeda, apa yang
membedakan?.
Aku mencurahkan rasa empatiku pada Mas
Fafan, ya beliau merupakan salah satu relawan DKR(Dewan Kesehatan rakyat) di
Gunung Eleh. Seketika mataku basah, tapi Mas Fafan hanya tersenyum. Katanya “hal
itu sudah biasa terjadi. Nanti malam akan mas Fafan beritahu”. Sebuah balasan
kata atas curahanku tadi. Aku tak sabar mengetahui apa yang akan Mas Fafan
beritahu. Hujan terus mengguyur Dusun Bangsal, jalanan semakin licin dan kami
harus berteduh sebentar untuk pulang ke Basecamp. Hujan tak kunjung reda, itu
berarti harus melawan hujan. Aku pulang ke basecamp, terngiang kembali sesorang
ibu-ibu berkata “Kami disini yang utama kesehatan mba, udah itu aja”. Maksudnya,
mereka benar-benar minta diberi perhatian tentang kesehatan. Jika saja aku
masih punya waktu banyak, aku akan mengusahakan kembali untuk diadakan
pengobatan gratis yang lengkap. Aku hanya bisa mendoakan Semoga Allah selalu memberi
dusun Bangsal kesehatan.
Kami memang selalu mengadakan rapat rutin
setelah makan malam. Menjelaskan program selanjutnya hingga melaporkan progress
setiap bidang. Malam itu aku terlalu lelah untuk menyampaikan. Hanya beberapa
hal yang aku sampaikan tentang kondisi Dusun Bangsal, dan hal-hal yang mereka
butuhkan. Andai pengobatan gratis kemarin kami targetkan di Dusun Bangsal,
mungkin bisa lebih mencapai tujuan utama, Sely pun menambahkan beberapa
pendapatnya. Tapi yasudahlah, Dusun Sandan juga perlu perhatian. Aku didera
ngantuk yang hebat, sehingga malam itu aku dan Sely tidak jadi untuk berbincang
dengan Mas Fafan yang selalu hadir dalam tiap rapat koordinasi. FYI Mas Fafan adalah salah satu relawan di Sampang. Beliau aktif di Dewan Kesehatan Rakyat Desa Gunung Eleh.
Hari semakin cepat berganti, tak terasa
sudah hampir seminggu. Itu berarti menerima kenyataan bahwa kita harus pulang. Tak
ada jadwal liburan barang sehari untuk mengunjungi pantai Sumenep yang katanya
indah sekali. Hari itu menjadi hari terakhirku. Kegiatan SPECTRA ditutup dengan
pesta rakyat yang cukup meriah, banyak warga berbondong-bondong datang,
siswa-siswi, semua turut meramaikan kegiatan yang jarang sekali ada di Desa
Gunung Eleh. Aku, Sely, Kak Muhay, dan Yahya mendapat tugas memasak dirumah
untuk persiapan penutupan dengan makan-makan. Malam nanti akan menjadi
penutupan kegiatan kami sekaligus permintaan maaf kami, karena sering
merepotkan banyak pemuda karang taruna seperti mengantar kesana kemari. Aku, Yahya,
Kak Muhay, dan Sely dengan dibantu Ibu pemilik rumah memasak banyak sekali menu
Seperti Ayam Goreng, Tempe Bacem, Agar-agar untuk minuman, Sambal dan Beberapa
menu makanan khas daerah Bandung Kacang, Kue Sagu yang diberi kelapa, serta
singkong rebus. Nanti malam akan menjadi sebuah pertemuan terakhir kalinya
dengan para pemuda Gunung Eleh sebelum kami kembali ke Bandung.
Malam itu kebahagiaan sekaligus rasa sedih
akan meninggalkan Gunung eleh rasanya sangat terasa. Bahagia rasanya bisa
dipertemukan dalam dekapan ukhuwah dengan saudara-saudara yang begitu baik. Sebelum
makan seperti biasa diawali dengan sikap gulung-gulung, semua bahagia suasanya
malam itu sangat hangat. Makan malam selesai, ditutup dengan ucapan dan
pesan-pesan untuk melanjutkan tugas kami kepada pemuda Gunung Eleh. Mas Fafan
pun memberikan kami hadiah sebuah lagu yang ia buat untuk SPECTRAN. Orang-orang
mengahayati setiap lirik yang terucap. Ada sebuah pesan rindu yang akan kita
alami kelak. Tapi rindu itulah yang mengingatkan kita pernah mengenal,
membantu, dan bersama-sama bergerak. Ah.. aku rindu suasana malam itu.
“Ini saya berikan tantangan untuk Mas
Fafan, agar menyampaikan data keluarga sehat kepada Kepala Puskesmas
Kec.Kedungdung.” ucap Sely menyodorkan berkas yang berisi data warga Dusun
Bangsal yang belum sempat diberikan kepada puskesmas. Sely dan aku menemui Mas
Fafan yang sedang duduk malam itu. Sebuah fakta itu ia beberkan tentang
permasalahan kesehatan warga yang memperihatinkan, dan pelayanan yang kadang
kurang mengenakkan. Untung saja DKR bisa menjadi solusi warga yang sulit untuk
berobat dengan penyakit yang serius jika terjadi keajanggalan. Banyak anak
lahir dengan kecacatan fisik, busung lapar, dan berbagai penyakit lainnya. DKR
sendiri hanya terdiri dari 10 orang termasuk Mas Fafan. Mas Fafan bercerita
bahwa ia siap menolong siapapun yang harus berurusan dengan pengobatan atau
pelayanan yang sulit hanya karena biaya. Beliau menunjukkan foto-foto beberapa
warga yang pernah ia tangani. Aku dan Sely mendegar dengan seksama hal-hal yang
telah dilakukan DKR demi memberikan bantuan kepada warga yang membutuhkan. Semoga
apa yang dilakukan Mas Fafan dan kawan-kawan DKR diberi pahala dan kelancaran. Jika
aku bisa lebih lama berada disana, aku ingin lebih tau banyak lagi kejanggalan
kekuasaan hingga berujung semakin lemahnya kesadaran bahwa kesehatan ini nomor
satu.
Kami pulang, setelah semua rapih. Sampang,
Gunung Eleh menjadi saksi bahwa aku pernah menginjakkan kaki dan memulai sebuah
penjelajahan. Banyak ilmu yang aku ambil. Dan akan aku bagikan setelah aku
selesai mengetik sebuah proses perjalananku di Sampang, Gunung Eleh, Madura
lewat tulisan ini. In Syaa Allah, akan aku rangkum AHA AHA yang telah aku
dapatkan selama 7 Hari menjelajah di Bumi Allah. Segala kebaikan akan berbuah
kebaikan. Sampai jumpa di edisi menjalajah Bumi Allah selanjutnya . Salam.