Kisah Klasik SPECTRA dari Sampang,Madura

by 02.46 0 komentar







"Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah kamu jelajahi, maka jelajahilah disegala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya .Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan"
(QS. Al Mulk : 15)

   Awal Januari yang mengesankan, bagiku seorang mahasiswi tingkat 3 yang memiliki minat besar dalam sebuah kegiatan kemanusiaan. Ditambah beberapa pengalaman organisasi yang sudah kutekuni sejak 2 tahun silam. Entah kenapa melakukan sebuah aktivitas positif seakan menjadi bahan bakar untuk mebuncahkan kembali semangat itu. Aku hanya ingin mengamalkan apa yang aku bisa. Berbuat baik dan terus memperbaiki diri. Dalam sebuah kesempatan aku mengikuti sebuah kegiatan semacam pengabdian masyarakat. Tapi aku pikir ini lebih dari sebuah pengabdian masyarakat pada umumnya. Masjid Salman ITB menggodok dan menyajikannya dengan apik agar mahasiswa muslim yang telah mengikuti serangkaian pengkaderan seperti Salman Spiritual Camp dan Latihan Mujtahid Dakwah tertarik untuk bergabung, menjadi bagian dari keluarga Salman. salah satunnya adalah SPECTRA.
Nama SPECTRA merupakan sebuah singkatan 4 pilar yang akan diterapkan yaitu, Spiritual Enterpreuner Civilizer Training.
Dan satu lagi, hal yang menakjubkan adalah saat Allah memberiku kesempatan untuk ikut andil ambil bagian menjadi Team didalamnya. Puji Syukur ya Allah. Jarak tak akan menjadi aral, Niat tak akan jadi ciut. Semoga Allah Ridhoi.

   Persiapan singkat nampaknya menjadi tantangan keluarga kecilku ini. SPECTRAN, ya kami menyebut diri kami dengan sebutan SPECTRAN sang pahlawan air dari pulau Jawa bagian barat. Sekitar 2,5 bulan lamanya berbagai hal disiapkan. Mulai survey lokasi, pencarian data-data valid, dan perencanaan keuangan. Semua menjadi sebuah persiapan yang menyita waktu. Sampang-Madura menjadi target SPECTRA kali ini. Sumber dan kualitas air yang buruk menjadi sebuah tantangan kami membuat sebuah teknologi tepat guna untuk membantu  masyarakat sekitar. Kualitas air yang buruk menyebabkan tingkat kesehatan di daerah tersebut cukup rendah.
    
Lokasi fokus kami yaitu dusun Bangsal dengan kurang lebih 400 Kepala keluarga. Untuk menuju dusun bangsal, kami harus menempuh jarak yang cukup jauh. Jika dengan berjalan kaki dari jalan utama akan menghabiskan waktu sekitar 1 jam, sementara jika ditempuh dengan motor akan memakan waktu 35 menit. Akses yang cukup baik membuat perjalanan tidak terlalu sulit sehingga tidak menjadi masalah bagi masyarakat sekitar untuk memenuhi kebutuhan mereka jika akan menuju pusat jalan. Dusun Bangsal menjadi sebuah cerita singkat yang akan aku rangkai dalam sebuah perjalanan sederhanaku di Bumi Allah.

    SPECTRA seperti menjadi sebuah jalan untukku dan kawan-kawan dari kampus yang berbeda seperti UPI, STKS, UNSIKA, ITB dan AKMET. Seiring dengan persiapan matang dan pencarian dana yang harus kami kumpulkan, rasa-rasanya akan mustahil akan terkumpul dalam kurun waktu 2 bulan. Beberapa upaya seperti melakukan open donasi, dana usaha dengan menjual pelbagai jajanan, mencari donatur dan sponsorship telah kami lakukan. Puji Syukur, atas kuasa-Nya Allah kirimkan malaikat-malaikat berwujud manusia yang telah Ia buka hatinya, rezeki seakan ada saja mengalir tanpa pusing. Dengan dana yang cukup, segala pembiayaan akomodasi, pembelian logistik untuk teknologi dan segala macam kebutuhan sudah lebih dari cukup. Dan aku semakin yakin, banyak jalan untuk menciptakan sebuah kebaikan. In Syaa Allah, segala kebaikan akan dilapangkan dengan mudah dengan "Kun Fa Ya Kun". Mudah saja bagi-Nya.

  Hari H hampir dipelupuk mata. Keperluan yang akan digunakan disana sudah dipersiapkan. Aku menginap selama 2 hari di Bandung. Salman, seakan menjadi sebuah tempat paling nyaman. Bagiku Salman seperti meciptakan sebuah tempat yang tenang. Shalat di Masjid Salman selalu memiliki nuansa yang berbeda, ruang ibadah yang tenang dan hangat serta keramahan setiap jemaah yang datang. Setiap tamu yang datang dari jauh tak perlu khawatir akan luntang-lantung. Kita bisa menginap beberapa malam sebagai tamu di Asrama Salman. Kali pertama ku memasuki Astri (Asrama Putri) aku merasa begitu nyaman dan betah. Alasannya sederhana, Salman selalu menawarkan keramahan dan kebaikan orang-orang didalamnya.
   Hari H tiba. Semua bersiap dan berkumpul tepat di selasar Bank Muamalat. Angkot yang menjadi akomodasi kami segera menuju stasiun Kiara Condong. 05.30 setelah semua beres, kereta api Pasundan itu melaju menuju tempat pemberhentian akhir, Stasiun Gubeng Surabaya. 17 jam kami menikmati perjalanan, sedikit pegal tapi dihapus oleh tujuan kami yang akan jauh lebih mengesankan. Stasiun Gubeng menjadi tempat bersejarah. Sebuah tempat yang menyita perhatianku, karena ini kali pertama aku bisa memulai penjelajahan baru di Bumi Allah. Alhamdulillah. Semoga setiap apa yang kami kerjakan semata-mata mecari ridho-Mu. Kami berkumpul dan bersiap melanjutkan perjalanan menuju Madura menggunakan Bus. Yap, Malam itu kami tersihir oleh cantiknya kota surabaya saat malam. Kota yang tertata apik, Kota yang  cantik. Surabaya, semoga kecantikan kotamu tetap terjaga. Aku terkesan.

    Semenjak perjalanan menuju madura, kami merencanakan untuk turun sebentar di Suramadu, setidaknya ingin berfoto dan mengambil sedikit kenangan bahwa kami pernah melawati jembatan penghubung antara Surabaya-Madura ini. Rasa tidak sabar selalu menjadi tawa oleh beberapa akhwat. Ketika bus memasuki tanda-tanda jembatan yang menghubungkan Surabaya dan Madura itu, ternyata tak ada yang bisa difoto. Sedikit remang oleh cahaya lampu-lampu kecil yang terjejer rapih dipinggiran jembatan. Tak akan ada kendaraan yang boleh berhenti untuk sekedar berfoto. Suramadu itu TOL. hehe ..

     Perjalanan menuju Sampang menghabiskan waktu kurang lebih 3 jam. Bus malam itu penuh sesak. Lucunya kami merasa senang. pengalaman hebat, saat bus yang penuh itu menjadi sebuah kehangatan karena lelucon kami yang sesekali membuat keadan dalam bus itu sedikit berisik.  Sampang-Madura, kau adalah kota sederhana yang baik.

          Rezeki itu dapat berbentuk apa saja. Diberi uang itu rezeki, Diberi makan itu rezeki, bertemu orang baik itu rezeki, bahkan diberi tumpangan untuk istirahat itupun rezeki. Bapak Arif adalah rezeki bagi kami. Bapak Arif adalah ayahanda dari Kak Ardi, salah satu simpatisan atau relawan yang baik hati. Ia dengan senang hati membantu berbagai keperluan kami di Sampang. Kami menginap disebuah rumah yang sangat nyaman, lelah cukup membuat kami akhirnya dengan mudah terlelap dan istirahat dengan layak. Istirahat ini menjadi sebuah cara mengisi kembali energi yang hampir habis setelah 20 jam melakukan perjalanan darat. Esok kami harus memiliki tenaga agar kegiatan kami dapat berjalan dengan lancar.
      
       Adzan subuh telah berkumandang. Satu persatu dari kami telah bersiap-siap shalat dan mebersihkan diri. Karena setelah ini kami masih harus menuju tempat tujuan yaitu Desa Gunung Eleh. Sarapan kami cukup enak. Nasi uduk berbagai lauknya. Ini menjadi nasi uduk terenak yang aku makan. Sarapan pagi itu sangat hangat. Dan cukup menjadi tambahan energi setelah kemarin kami sempat kelaparan.

Kami menuju Gunung Eleh diantar oleh Bapak Arif menggunakan mobil truk dinas sosial setempat. Kira-kira perjalanan menuju Desa Gunung Eleh memerlukan waktu 1 jam. Diperjalanan pun kami disuguhi pemandangan sawah yang sedang hijau-hijaunya. Musim penghujan sedang dialami oleh beberapa daerah, termasuk Madura. Pantas saja jika warga sedang bahagia menanam padi sebagai tanaman yang cocok ditanam dimusim penghujan. Rumah-rumah warga yang terletak dipinggir jalan cukup bagus-bagus. Saat ku tanya, walaupun rumah mereka bagus,  penghuninya paling hanya 2-3 orang. Karena sang pemilik sedang bekerja mengais rezeki di negeri orang (menjadi TKI). Terkadang dalam satu rumah hanya ada 1 orang tua sepuh dan cucunya.  Ya, begitulah. mereka lebih senang bekerja diluar negeri, lebih terjamin gajinya-katanya.



Selamat datang di Desa Gunung Eleh. Itulah gapura besar yang menandakan kami hampir sampai. Benar saja, truk yang aku naiki ini berhenti pada sebuah rumah. Dan inilah yang akan menjadi tempat kami tinggal beberapa hari. Seorang ibu-ibu dengan ramah menyambut kami yaps, beliau adalah Ummi, Pemiliki rumah yang akan menjadi tempat tinggal kami sementara. Tim pendahulu dan beberapa simpatisan juga ikut menyambut. Bahagianya. Semua bersalaman, mensyukuri segala perlindungan yang telah Allah beri, hingga kami bisa sampai disini dengan selamat. Keramahan sang pemilik rumah membuat kami betah, hilang sudah pemikiran burukku jika orang Madura itu galak-galak. Aku sadar, bahwa itu hanya pandangan orang saja. Logat mereka memang sedikit keras, tapi tidak bisa menutupi bahwa hati mereka baik sekali.


                                                  Kediaman Bidan Desa Gunung Eleh

Tanpa banyak istirahat kami semua melakukan rapat koordinasi. Banyak hal yang kami bicarakan. Tentang persiapan dan pembagian tugas dalam beberapa hari kedepan. Beruntunglah, aku diberi kesempatan untuk ikut membantu bidang kesehatan. Basic farmasiku setidaknya bisa kupakai untuk masyarakat. Ada beberapa program dari bidang kesehatan yaitu pengobatan gratis dan pendataan keluarga sehat. Dalam waktu singkat aku, Sely dan Havidz harus mampu menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya agar semua program berjalan lancar. Dengan mengucap Bismillahi Tawakaltu, Bidang Kesehatan mulai merencakan target dan teknis. Banyak yang kami bertiga urus. Mulai dari perizinan kembali ke Bidan desa, mengajak kerjasama pihak puskesmas, dan survey lokasi target kesehatan. Beberapa kali bertemu dengan pihak-pihak terkait membuat semua program tersepakati dan memberikan kabar baik bahwa bidang kesehatan, siap!

                                   Suasana Cek Kesehatan dan Pengobatan Gratis

                                    Pihak-pihak yang Ikut Membantu Pengobatan Gratis

Hari Pertama bidang kesehatan bekerja. Dusun Sandan menjadi lokasi pengobatan gratis kami. Tepat dengan pelaksanaan posyandu dan diadakan pula sosialisasi kesehatan. Warga cukup antusias dengan diadakannya pegobatan gratis ini. Setiap warga diperiksa kesehatannya, jika memerlukan pengobatan maka puskesmas yang bekerja sama dengan team kami, telah menyediakan obatnya. Sedikit miris dengan kesehatan warga terutama anak. Ketersediaan obat obatan yang kurang lengkap membuatku sedikit bertanya. Jika seharusnya seseorang yang sakit menerima sediaan obat A karena tidak ada maka diganti dengan sediaan yang kurang tepat. Misalnya pasien anak dengan gejala sakit mata, harusnya juga mendapat sediaan tetes mata, bukan hanya obat tablet. Itu tetap akan membuat sakitnya tak kunjung sembuh dengan cepat. Seperti hanya pereda nyeri atau bengkak pada matanya saja. Alangkah baiknya jika persediaan obat-obatan dilengkapi. Walaupun gratis, aku rasa pasien tetap membutuhkan pengobatan yang baik dan tepat. Semoga kedepannya, puskesmas benar-benar memperhatikan persediaan obat-obatan yang tepat. Jika memang tidak ter-cover, berikan penjelasan bahwa pasien harus membeli obat dan berika rekomendasi obat yang bisa dibeli. Tentunya tanyakan kembali kemampuan pasien membeli obat tersebut. Tapi syukurlah, puskesmas sudah mau membantu banyak. Semoga kedepannya puskesmas benar-benar bisa menjadi andalan masyarakat kecil ketika sakit serta mendapat pengobatan yang tepat.

Entahlah, ada sebuah rasa prihatin dan sedikit kurang puas ketika tahu bahwa dusun Bangsal lebih membutuhkan perhatian dalam kesehatan warganya. Dusun Bangsal merupakan lokasi penerapan teknologi filtrasi yang akan dipasang didekat sumur warga. Warga sangat berharap ketika teknologi ini jadi, mereka bisa benar-benar memanfaatkannya. Air bersih setelah difiltrasi mungkin bisa mengurangi dampak kesehatan yang buruk didusun itu. 

Ketika melaksanakan program kedua yaitu keluarga sehat, hatiku luluh seorang  bapak-bapak paruh baya mengeluhkan penyakit yang diderita, kulitnya kering dan sering gatal, akibatnya beberapa bagian tubuhnya lecet akibat garukannya sendiri. Masalah seperti penggunaan air yang kurang bersih bisa menjadi pemicu penyakit kulit seperti gatal-gatal mewabah didusun tersebut. Belum lagi anak-anak yang sakit diare, batuk, pilek sangat mudah dijumpai disana. Air yang mereka gunakan untuk minum hanya diendapkan beberapa hari dan tidak dimasak. Ini hal yang keliru, sebaiknya sebelum diminum air bisa dimasak terlebih dulu agar bakteri mati. Alasan karena sudah biasa menkonsumsi air mentah menjadi faktor banyak kesehatan anak juga ikut buruk. Aku semakin meratap dalam hati ketika wanita paruh baya mengeluh sakit kaki yang tak kunjung sembuh, ia malah mengira aku akan membantunya untuk mengobati penyakit ibu tersebut.“Mba mau bikinin saya BPJS ya?” aku tersentak, kutanyakan kembali apakah keluarga ibu belum mendapat BPJS? Padahal pemerintah sudah aktif sekali mempromosikan BPJS gratis bagi keluarga kurang mampu. Kenapa masih saja ada sebagian orang yang belum mendapatkannya?.
                                                   Pendataan Keluarga Sehat

Pendataan ini dimulai dengan mengunjungi rumah-rumah warga dengan melihat data dari kartu keluarga. Ada beberapa hal yang menjadi pertanyaan seperti jenis kakus, penggunaan air, kepemilikan BPJS dan riwayat sakit TBC. Semua mengeluhkan penyakit setiap aku datangi rumahnya. Oh ya, rata-rata warga dusun Bangsal tidak bisa menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Madura menjadi bahasa warga untuk berkomunikasi. Tapi, aku tidak sendiri. Mbak Kiki seorang wanita cantik menemaniku sebagai translator. Sely bersama mbak Fat , dan Havidz bersama mas Puskesmas (entahlah siapa namanya). Kami terbagi menjadi tiga tim sehingga pekerjaan hari itu terasa lebih ringan. Aku mengamati banyak kejanggalan. Entahlah apa hanya perasaanku atau ini benar-benar terjadi. Mahalnya biaya puskesmas yang bisa mencapai Rp 80.000 sekali berobat membuat warga merasa berat. Aku baru tahu bahwa untuk berobat ke puskesmas warga harus membayar cukup mahal. Padahal untuk didaerahku tinggal, berobat ke puskesmas tak sedikitpun ditarik biaya, maksimalnya hanya Rp 3000 saja. Ini puskesmas atau praktik dokter ya? Entah, setelah ini aku akan cari tahu apakah setiap puskesmas memiliki kebijakan biaya berobat yang berbeda? Jika berbeda, apa yang membedakan?.

Aku mencurahkan rasa empatiku pada Mas Fafan, ya beliau merupakan salah satu relawan DKR(Dewan Kesehatan rakyat) di Gunung Eleh. Seketika mataku basah, tapi Mas Fafan hanya tersenyum. Katanya “hal itu sudah biasa terjadi. Nanti malam akan mas Fafan beritahu”. Sebuah balasan kata atas curahanku tadi. Aku tak sabar mengetahui apa yang akan Mas Fafan beritahu. Hujan terus mengguyur Dusun Bangsal, jalanan semakin licin dan kami harus berteduh sebentar untuk pulang ke Basecamp. Hujan tak kunjung reda, itu berarti harus melawan hujan. Aku pulang ke basecamp, terngiang kembali sesorang ibu-ibu berkata “Kami disini yang utama kesehatan mba, udah itu aja”. Maksudnya, mereka benar-benar minta diberi perhatian tentang kesehatan. Jika saja aku masih punya waktu banyak, aku akan mengusahakan kembali untuk diadakan pengobatan gratis yang lengkap. Aku hanya bisa mendoakan Semoga Allah selalu memberi dusun Bangsal kesehatan.

Kami memang selalu mengadakan rapat rutin setelah makan malam. Menjelaskan program selanjutnya hingga melaporkan progress setiap bidang. Malam itu aku terlalu lelah untuk menyampaikan. Hanya beberapa hal yang aku sampaikan tentang kondisi Dusun Bangsal, dan hal-hal yang mereka butuhkan. Andai pengobatan gratis kemarin kami targetkan di Dusun Bangsal, mungkin bisa lebih mencapai tujuan utama, Sely pun menambahkan beberapa pendapatnya. Tapi yasudahlah, Dusun Sandan juga perlu perhatian. Aku didera ngantuk yang hebat, sehingga malam itu aku dan Sely tidak jadi untuk berbincang dengan Mas Fafan yang selalu hadir dalam tiap rapat koordinasi. FYI Mas Fafan adalah salah satu relawan di Sampang. Beliau aktif di Dewan Kesehatan Rakyat Desa Gunung Eleh.

Hari semakin cepat berganti, tak terasa sudah hampir seminggu. Itu berarti menerima kenyataan bahwa kita harus pulang. Tak ada jadwal liburan barang sehari untuk mengunjungi pantai Sumenep yang katanya indah sekali. Hari itu menjadi hari terakhirku. Kegiatan SPECTRA ditutup dengan pesta rakyat yang cukup meriah, banyak warga berbondong-bondong datang, siswa-siswi, semua turut meramaikan kegiatan yang jarang sekali ada di Desa Gunung Eleh. Aku, Sely, Kak Muhay, dan Yahya mendapat tugas memasak dirumah untuk persiapan penutupan dengan makan-makan. Malam nanti akan menjadi penutupan kegiatan kami sekaligus permintaan maaf kami, karena sering merepotkan banyak pemuda karang taruna seperti mengantar kesana kemari. Aku, Yahya, Kak Muhay, dan Sely dengan dibantu Ibu pemilik rumah memasak banyak sekali menu Seperti Ayam Goreng, Tempe Bacem, Agar-agar untuk minuman, Sambal dan Beberapa menu makanan khas daerah Bandung Kacang, Kue Sagu yang diberi kelapa, serta singkong rebus. Nanti malam akan menjadi sebuah pertemuan terakhir kalinya dengan para pemuda Gunung Eleh sebelum kami kembali ke Bandung.

Malam itu kebahagiaan sekaligus rasa sedih akan meninggalkan Gunung eleh rasanya sangat terasa. Bahagia rasanya bisa dipertemukan dalam dekapan ukhuwah dengan saudara-saudara yang begitu baik. Sebelum makan seperti biasa diawali dengan sikap gulung-gulung, semua bahagia suasanya malam itu sangat hangat. Makan malam selesai, ditutup dengan ucapan dan pesan-pesan untuk melanjutkan tugas kami kepada pemuda Gunung Eleh. Mas Fafan pun memberikan kami hadiah sebuah lagu yang ia buat untuk SPECTRAN. Orang-orang mengahayati setiap lirik yang terucap. Ada sebuah pesan rindu yang akan kita alami kelak. Tapi rindu itulah yang mengingatkan kita pernah mengenal, membantu, dan bersama-sama bergerak. Ah.. aku rindu suasana malam itu.

“Ini saya berikan tantangan untuk Mas Fafan, agar menyampaikan data keluarga sehat kepada Kepala Puskesmas Kec.Kedungdung.” ucap Sely menyodorkan berkas yang berisi data warga Dusun Bangsal yang belum sempat diberikan kepada puskesmas. Sely dan aku menemui Mas Fafan yang sedang duduk malam itu. Sebuah fakta itu ia beberkan tentang permasalahan kesehatan warga yang memperihatinkan, dan pelayanan yang kadang kurang mengenakkan. Untung saja DKR bisa menjadi solusi warga yang sulit untuk berobat dengan penyakit yang serius jika terjadi keajanggalan. Banyak anak lahir dengan kecacatan fisik, busung lapar, dan berbagai penyakit lainnya. DKR sendiri hanya terdiri dari 10 orang termasuk Mas Fafan. Mas Fafan bercerita bahwa ia siap menolong siapapun yang harus berurusan dengan pengobatan atau pelayanan yang sulit hanya karena biaya. Beliau menunjukkan foto-foto beberapa warga yang pernah ia tangani. Aku dan Sely mendegar dengan seksama hal-hal yang telah dilakukan DKR demi memberikan bantuan kepada warga yang membutuhkan. Semoga apa yang dilakukan Mas Fafan dan kawan-kawan DKR diberi pahala dan kelancaran. Jika aku bisa lebih lama berada disana, aku ingin lebih tau banyak lagi kejanggalan kekuasaan hingga berujung semakin lemahnya kesadaran bahwa kesehatan ini nomor satu.


Kami pulang, setelah semua rapih. Sampang, Gunung Eleh menjadi saksi bahwa aku pernah menginjakkan kaki dan memulai sebuah penjelajahan. Banyak ilmu yang aku ambil. Dan akan aku bagikan setelah aku selesai mengetik sebuah proses perjalananku di Sampang, Gunung Eleh, Madura lewat tulisan ini. In Syaa Allah, akan aku rangkum AHA AHA yang telah aku dapatkan selama 7 Hari menjelajah di Bumi Allah. Segala kebaikan akan berbuah kebaikan. Sampai jumpa di edisi menjalajah Bumi Allah selanjutnya . Salam.

lita chan

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 komentar:

Posting Komentar